Sudah dilihat 314 Kali, Hari ini saja ada 6 Kali dilihat
SAMARINDA: Gelaran Akbar Taman Budaya se- Indonesia malam tadi, Jum’at (23/09/2022) resmi ditutup oleh Pj. Sekretaris Daerah Provinsi Kalimantan Timur di Taman Budaya Kaltim Jl. Kemakmuran Samarinda. Acara berlangsung meriah, hingga halaman taman budaya yang biasanya lengang tiba-tiba begitu padat oleh pengunjung.
Pondok Dongeng Kaltim yang digawangi Suhu pendongeng Muhammad Sabir berkolaborasi dengan grup Salating (Samarinda Lagu Tingkilan) pimpinan Luthfi Chairullah. Maka terjadilan pentas dahsyat dongeng dengan nuansa teaterikal dan puitisasi bertajuk “Tangisan Terakhir Sang Pesut”.
Meski tampil pamungkas dan teramat larut malam, namun Alhamdulillah suguhan para seniman hebat Kalimantan Timur ini tetap menarik dan menyedot antusiasme penonton. Para pejabat daerah dan Nusantara yang hadir pun seakan enggan beranjak dari kursinya demi menyaksikan suguhan penuh makna ini.
Padahal jujur, saya sudah agak khawatir saat mendapat info kalau tampilan bang Sabir dan kawan-kawan sempat dua kali diundur. Awalnya yang direncanakan tampil pertama digeser menjadi kedua. Eh, ujung-ujungnya malah mendapat giliran terakhir.
Apalagi kalau melihat penampilan tim kesenian dari beberapa provinsi lain sebelumnya, cukup membuat ragu apakah saat anak-anak Kaltim ini beraksi masih ada mata yang menyaksikannya? Bukan meragukan kehebatan Sabir dan kawan-kawan, tapi khawatir emosi penonton sudah habis terkuras menyaksikan tari kerennya Jogjakarta atau Ronggeng menghanyutkannya Jawa Barat? Juga provinsi lain yanng semuanya tampil atraktif.
Lebih “parah” lagi, penampilan para seniman Kaltim ini ditaruh benar-benar paling akhir dan paling larut malam, bahkan setelah acara ditutup secara resmi. Artinya, secara psikologis hadirin bisa saja mengangap tampilan ini sudah bukan merupakan bagian penting dari acara penutupan. Ya, daripada nggak tampil saja.
Tapi beruntung, mereka yang bermain malam ini memang bukan seniman ecek-ecek yang baru tumbuh. Mereka adalah para maestro di bidangnya. Siapa yang tidak mengenal bung Muhammad Sabir? Generasi awal Teater Mahakam ini adalah Suhu (guru) bagi banyak sekali tokoh seniman Kalimantan Timur.
Bila kawan seangkatannya, Elansyah Jamhari lebih cenderung menggarap seni teater tradisi yang kemudian sukses mengembangkan Sandiwara Mamanda (Sandima), Muhammad Sabir mengambil “madzhab” Dongeng. Ia kemudian berkreasi dengan berbagai inovasi cara dan sarana mendongeng. Dan diapun telah menghasilkan begitu banyak karya.
Sabir setia dengan “Pondok Dongeng” nya puluhan tahun. Ia berbagi kisah-kisah dengan ribuan bahkan mungkin jutaan anak-anak dan orang dewasa di daerah ini. Keluar masuk kampung, melintas kota dan provinsi, bahkan menyeberang ke luar negeri sudah dijalaninya. Semua itu dengan tulus dilakukan untuk mengajak anak-anak berkisah, agar dipetik hikmahnya dan dijadikan pelajaran dalam hidup mereka.
Kekuatan ekting dan deklamasi seorang Sabir dilengkapi dengan ilustrasi gerak pemain pantomim Sulistyo Hernawan menjadi perpaduan yang klop. Seniman satu ini merupakan salah seorang tokoh pantomim terbaik daerah ini. Ia mampu meningkahi gerak, narasi dan akting Sabir hingga menjadi sebuah harmoni.
Apalagi, suasanapun berhasil dibangun oleh kelompok Salating (Samarinda Lagu Tingkilan) Kuarsa Mahakam yang dengan apik mengiriingi dongeng yang dituturkan Sabir dan Sulis. Tabuhan gendang Abdillah, petikan gambus Luthfi, dan pukulan gong Muhammad Nurrohim begitu kompak dengan lantunan lagu dan puisi yang dibacakan Siti Rahmadaniyah. Semua berkolaborasi dengan apik.
Dari segi naskah dan jalan cerita, sebenarnya dibuat sangat sederhana oleh Sabir. Namun kesederhanaan itu yang saya rasa memang ingin ia suguhkan. Untuk acara seperti ini, tampaknya penonton memang tidak memerlukan alur cerita yang terlalu rumit serta njelimet. Sabir lebih ingin membangun suasana dengan alunan musik dan puitisasi “menghipnotis” yang dia lantunkan.
Kekuatan seorang Sabir yang selama ini saya kagumi memang dari suaranya yang khas. Sebagai pendongeng dia benar-benat mampu memainkan aneka intonasi agar makna yang terkandung dalam monolognya benar-benar terasa berbobot, baik secara auditori maupun secara makna.
Pendek kata, tidak sia-sia rasanya saya yang baru sembuh dari sakit harus menunggu hingga larut malam untuk menyaksikan pementasan spektakuler tersebut.
Semangat Pondok Dongeng dan Kuarsa Mahakam! Teruslah berkarya yang positif. Karya yang tidak hanya sekedar hiburan, tapi juga mengandung makna dan pesan-pesan kebaikan. Jadikan seni yang kalian lakukan menjadi sarana untuk perbaikan. Lantunkan suara-suara kebenaran. Ajak manusia berbuat baik, memelihara alam, mengikuti budi pekerti yang mulia dan semakin bertaqwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. (Abdillah Syafei)