Sudah dilihat 14,485 Kali, Hari ini saja ada 4 Kali dilihat
SAMARINDA: Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) Universitas Islam Negeri Sultan Aji Muhammad Idris (UINSI) Samarinda menggelar IKN-Talk, Kamis (7/2/2024) di Auditorium 22 Dzulhijjah UINSI. Temanya adalah ““Ibu Kota Nusantara dan Kalimantan Timur dalam Konstruksi Sejarah dan Perspektif Lingkungan”.
Presiden DEMA UINSI Syifa Hajati selaku moderator memandu dialog publik yang menampilkan tiga pembicara. Narasumber pertama adalah pimpinan tinggi madya Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN), Dr. Myrna A Safitri. Narasumber kedua adalah pegiat literasi sekaligus tim penulis Historipedia Kalimantan Timur, Nanda Puspita Sheilla. Narasumber ketiga adalah sejarawan publik yang juga pembina GPMB Samarinda, Muhammad Sarip.
“Kami bersyukur dan bangga bisa mengadakan IKN-Talk dengan menghadirkan pimpinan Otorita IKN di kampus UINSI. Event ini merupakan kegiatan terakhir DEMA UINSI periode saya sebelum demisioner 15 Maret 2024,” ujar Syifa.
IKN-Talk di Kamps 2 UINSI Samarinda Seberang berdurasi sekitar 2,5 jam. Kegiatan ini merupakan kolaborasi DEMA UINSI dan Gerakan Pemasyarakatan Minat Baca (GPMB) Kota Samarinda yang diketuai oleh Wakil Wali Kota Samarinda, Dr. Rusmadi Wongso.
Myrna A Safitri yang menjabat Deputi Bidang Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam (LHSDA) OIKN mengaku punya ikatan emosional dengan UINSI.
“Dulu UINSI namanya IAIN. Kampus lamanya di Jalan Abul Hasan. Waktu kecil, saya belajar ngaji di kampus lama,” ungkap Myrna.
Deputi Myrna yang dari keluarga Banjar Samarinda tersebut memaparkan, hal yang dikhawatirkan sebagian orang bahwa pembangunan IKN akan merusak hutan itu tidaklah benar.
“Lokasi IKN adalah bekas areal hutan tanaman industri yang dipenuhi tanaman eukaliptus. Bukan hutan primer, melainkan hutan sekunder. Justru pembangunan IKN sebagai kota hutan itu berupaya melakukan rehabilitasi lahan,” kata Myrna.
Menurut Doktor Ilmu Hukum lulusan Universitas Leiden Belanda tersebut, pembangunan IKN itu selaras dengan alam. Area hijau akan mendominasi struktur perkotaan. Terhadap kawasan terbuka dan lahan kritis dilakukan reforestasi untuk menjadikan IKN sebagai kota hutan.
“Memilih Kalimantan Timur sebagai lokasi ibu kota baru juga bermaksud untuk memulihkan lingkungan dan kejayaan hutan tropis di kawasan ini,” ungkap Myrna.
Dalam sesi tanya jawab, terdapat 10 audiens yang bertanya kepada 3 narasumber. Pertanyaan peserta mengenai buku sejarah lokal, isu keterlibatan warga lokal dalam pembangunan IKN, kekhawatiran penduduk setempat terpinggirkan dan sekadar menjadi penonton, persoalan tambang ilegal, kebudayaan, dan lain-lain.
Deputi Myrna menyatakan, jika ditanya kepada dirinya pribadi tentang peluang kiprah di pusat negara, dirinya sendiri telah membuktikan bahwa dirinya mampu. Adapun bagi warga Kaltim lainnya, tergantung pada pribadi masing-masing.
“Saya pikir, Presiden mengangkat saya sebagai deputi di OIKN bukan semata-mata saya orang Kaltim. Tapi tentu karena ada portofolio dan kompetensi yang saya miliki. Sebelum jati diri saya diungkap ke publik, saya tidak pernah menyebut-nyebut saya anaknya siapa, cucunya siapa. Bukan saya juga yang mengungkap bahwa kakek saya adalah pejuang ’45 di Samarinda,” tutur Myrna.
Oleh karena itu, menurut Myrna, anak muda Kaltim harus membekali diri dengan memperluas network (jaringan) dan meningkatkan knowledge (pengetahuan). “Dengan network dan knowledge, saya optimis orang Kaltim akan bisa bersaing di ranah manapun, termasuk di IKN,” pungkasnya. (MS/Mik)