Kak Seto dan Kawan-Kawan Tegaskan, AMS Bukan Bagian Lembaga Perlindungan Anak Indonesia

Sudah dilihat 294 Kali, Hari ini saja ada 2 Kali dilihat

SAMARINDA: Menyikapi situasi terkini, khususnya tentang banyaknya pertanyaan dari masyarakat terhadap Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) tentang aktifis perlindungan anak berinisial AMS yang dilaporkan ke Polda Jawa Timur oleh Ormas MACITA soal dugaan pemberitaan Hoax Vaksinasi Berbahaya Bagi Anak, apakah bagian dari LPAI. Maka LPAI mengundang Ketua dan atau Pengurus/Perwakilan LPA Provinsi bersama-sama hadir dalam Konfrensi Pers.
Kegiatan Konferensi Pers Bersama ini berlangsung, Jumat, 03 Juni 2022 jam 14.30 – 16.00 Wita Ruang Zoom Meeting. Melalui momen ini LPAI meminta pers untuk turut menginformasikan secara mendalam kepada masyarakat melalui media massa tentang kronologis dan sejarah organisasi, khususnya LPAI.
Setiap pengurus LPAI Provinsi mengajak satu media lokal untuk turut memberitakan apa-apa yang diklarifikasi oleh Kak Seto dan kawan-kawan. Diharapkan nantinya tidak ada lagi kesalahfahaman soal organisasi ini. Pasalnya dengan adanya kasus AMS yang memang dulunya pernah satu organisasi dengan Kak Seto menyebabkan sebagian masyarakat menyangka bahwa organisasi yang saat ini dijalankan oleh AMS adalah sama dengan yang dipimpin oleh Kak Seto. Padahal Tidak.
Menurut Kak Seto Mulyadi, Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) yang pernah terkenal dengan sebutan Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas Anak/Komnas PA) awalnya sebagai hasil dari Gerakan Nasional Perlindungan Anak (GNPA) yang dicanangkan Presiden RI pada tanggal 23 Juli 1997 bertepatan pada puncak Hari Anak Nasional (HAN). 
Namun kemudian hari, berdasarkan hasil pertemuan Forum Nasional Luar Biasa Perlindungan Anak tahun 2016, penamaan dan penyebutan Komnas PA sudah tidak digunakan lagi. Penamaan organisasi kembali ke penamaan awal tahun 1997, yaitu Lembaga Perlindungan Anak Indonesia disingkat LPAI, serta upaya membedakan dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sebagai Lembaga Negara. Tegasnya, LPAI sama sekali tidak mengakui keberadaan organisasi Komnas PA, karena penamaannya sudah disepakati kembali ke LPAI.
Namun ternyata sejak tahun 2017 sampai dengan saat ini di beberapa daerah Provinsi/Kabupaten/Kota telah telah dibentuk baru organisasi-organisasi underbow dari yang menamakan diri Komnas PA tersebut, maka para pengurus LPAI menegaskan, bahwa secara sejarah dan kronologis organisasi, Komnas PA tersebut adalah ilegal. 
“Kami menegaskan bahwa tidak ada kaitan sama sekali antara seseorang yang dilaporkan oleh Ormas MACITA di Polda Jawa Timur dengan LPAI dan Pengurusnya. Sehingga kami di LPAI tidak bertanggungjawab atas konsekuensi dan proses pelaporan tersebut.” ujar siaran pers yang dikeluarkan LPAI.
LPAI juga menegaskan bahwa dalam kegiatan dan pelaksanaan perlindungan anak di Indonesia, LPAI beserta perwakilan dan mitra di daerah menekankan untuk selalu bekerjasama, khususnya dengan Pemerintah. Mereka meyakini, bahwa Pemerintah baik secara sendiri maupun bersama-sama telah dan akan selalu melakukan langkah-langkah positif dalam rangka kepentingan terbaik untuk anak, khususnya terkait vaksinasi bagi anak.
“Kami menyadari bahwa Negara menjamin kebebasan masyarakat untuk berkumpul, berpendapat dan berorganisasi. Kami, Pengurus LPAI Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota sangat menyambut baik dan siap bekerjasama serta bermitra terhadap organisasi-organisasi lain, khususnya organisasi yang mempunyai visi dan misi sama.” Ujar LPAI. Akan tetapi bagi organisasi beserta underbownya di daerah yang sejak berdiri dan kronologis saja sudah salah dan ilegal, yang menyebutkan diri dengan Komnas PA, maka mereka akan menempuh langkah-langkah sesuai prosedur hukum.
Sebagaimana diketahui, saat ini marak pemberitaan di media masa, soal laporan beberapa organisasi atas diri AMS yang disebut-sebut sebagai pengurus bahkan ketua Komnas Perlindungan Anak. Dan banyak pula masyarakat yang mengaitkan dengan organisasi yang dipimpin oleh pakar pendidikan anak Seto Mulyadi. 
Di Kalimantan sendiri AMS dilaporkan oleh ormas Persekutuan Suku Asli Kalimantan (PUSAKA) Tarakan, karena dianggap menyebarkan kabar bohong alias hoax mengenai vaksin anak. Hal yang sama juga dilakukan oleh ormas macita yang melaporkan ke Polda Jawa Timur. 
Laporan-laporan ini terjadi lantaran pernyataan AMS di beberapa media yang mengatakan bahwa vaksinasi terhadap anak usia 6- sampai 11 tahun berbahaya bagi tumbuh kembang anak. (*/dil)