GPMB dan Dinas Perpustakaan Kaltim Gelar Bedah Buku Soal Mulawarman

Sudah dilihat 4,545 Kali, Hari ini saja ada 2 Kali dilihat

SAMARINDA, MEDIAIBUKOTA- Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Kalimantan Timur bekerjasama dengan Gerakan Pemasyarakatan Minat Baca (GPMB) Kota Samarinda menggelar Bedah Buku “Mulawarman Sang Raja dari Titik Nol Peradaban Nusantara Pionir Kepemimpinan Visioner” karya Muhammad Sarip.

Acara dipandu oleh Ketua GPMB yang juga Wakil Wali Kota Samarinda Dr. H. Rusmadi Wongso. Selain menghadirkan pembicara Muhammad Sarip selaku penulis buku, juga menghadirkan Nofiyatul Chalimah, Shafa Salsabila Akbar, dan Briza Medina Syakirah.

Dalam paparannya sang penulis Muhammad Sarip mengungkapkan bahwa pengetahuan sejarah sebagian masyarakat soal Kerajaan Kutai yang ada di Kaltim masih kurang. Masih banyak yang belum bisa membedakan antara Kutai Mulawarman dengan Kutai Kartanegara.

Menurut dia, dari poling yang berupa tes awal kepada calon peserta acara bedah buku hari ini terlihat jumlah yang sangat besar jawaban salah dari soal-soal yang disampaikan oleh panitia.

Kembali kepada sosok Mulawarman. Muhammad Sarip menjelaskan bahwa Mulawarman adalah sebuah nama yang sangat populer di Indonesia. Namanya muncul di buku pelajaran dari SD hingga SMA sebagai raja yang berjaya di kerajaan Hindu tertua di Nusantara.

Di Kalimantan Timur, perguruan tingga negeri pertamanya bernama Universitas Mulawarman. Institusi ketentaraan tingkat daerah dinamai Komando Daerah Militer VI Mulawarman. Museum negeri di Kota Tenggarong dinamai Museum Mulawarman.

Sementara itu tiga narasumber lain, Nofiyatul Chalimah, Shafa Salsabila Akbar, dan Briza Medina Syakirah sama-sama mengaku bahwa selama ini mereka memiliki beberapa pemahaman yang tidak sama dengan apa yang dijelaskan dalam buku karya Muhammad Sarip.

Ada yang awalnya mengira sosok Mulawarman adalah tokoh fiksi semata sebagaimana tokoh dalam film Mahabharata yang ada di TV. Demikian pula soal perbedaan antara Kerajaan Kutai Mulawarman dengan Kutai Kartanegara, kebanyakan menyangka keduanya adalah kerajaan yang sama, hanya berubah nama dan berganti agama saja.

Setelah membaca buku karya Muhammad Sarip dan mengikuti bedah bukunya semakin banyak generasi di daerah ini yang mengetahui kisah sesungguhnya berdasarkan bukti-bukti sejarah. Ternyata membahas sejarah itu merupakan hal yang sangat menarik namun memang disayangkan selama ini kurang banyak digemakan.

Dengan diselenggarakannya bedah buku karya Muhammad Syarip ini, terlihat bahwa sebenarnya minat generasi daerah ini terhadap sejarah sangat besar. Sehingga tak heran saat berlangsungnya sesi tanya jawab, hadirin tampak bersemangat mengajukan berbagai pertanyaan. Demikian pula ketika acara telah usai, kebanyakan peserta enggan beranjak dari tempat acara. (Dil/MIK)