Sudah dilihat 427 Kali, Hari ini saja ada 2 Kali dilihat
Memposting kegiatan sosial di medsos itu bagus, jangan langsung dibilang “Riya” demikian pula yang bergerak diam-diam sama bagusnya, karena masing-masing ada nilai positif dan negatifnya. Bagi kita bagusnya kedepankan baik sangka saja.
Sebuah ormas atau pribadi yang sering dituduh buruk misalkan, ia perlu memposting kegiatannya di media sosial demi nama baik dan menghindarkan sesama manusia dari sifat buruk sangka.
Mungkin ada yang berkata: “Ya biar saja orang menyangka buruk. Toh kita beramal tidak berharap pujian manusia juga!”
Betul bahwa amal itu bukan untuk mencari pujian namun bagi sebuah organisasi dakwah kepercayaan masyarakat itu penting untuk kelancaran dakwah selanjutnya. Bukan untuk sekedar dapat pujian. Demikian pula untuk pribadi tokoh, citera baik di mata umat itu bukan sekedar untuk kebanggaan namun juga untuk lebih mempermudah menyebarkan ajakan kebaikan.
Seorang kepala daerah misalnya. Nggak usah tingkat walikota atau gubernur, tingkat RT saja contohnya, ketika tidak ada berita bahwa RT mengurusi warganya yang tertimpa musibah, bisa saja ada yang berkomentar: “Keman saja nih pak RT nya, warga kesusahan dia malah nggak muncul..!”
Padahal mungkin hanya karena dia nggak memposting kegiatannya saja. Faktanya sejak hari pertama dia sudah mengeluarkan banyak dana dan sibuk mengurusi warga sehingga lupa selfi-selfi dan mengupload foto ke sosial media. Akhirnya banyak warga RT sebelah dan warganya sendiri (yang malas keluar rumah) jadi berdosa karena ikut mencaci maki.
Jadi memposting (mempublikasikan) aneka kegiatan sosial tidak bisa serta-merta diartikan riya dan tidak ikhlas beramal, atau hanya mengejar pujian. Publikasi itu kadang penting demi menyelamatkan orang lain dari prasangka buruk terhadap kita dan organisasi kita sekaligus membuka jalan yang lebih mudah untuk aneka kegiatan lainnya dengan adanya kepercayaan umat (rakyat).
Terus, yang berkegiatan sosial diam-diam bagaimana? Nah, itu juga bagus ketika mereka memandang cara itu mungkin lebih besar manfaatnya. Manfaat apa? Ya masing-masing tentu punya pertimbangannya sendiri. Bisa jadi karena memang menjaga keikhlasan dan menentramkan hati dalam beramal shalih. Dan mungkin ia merasa bahwa untuk dia atau organisasinya tidak ada urgensi yang terlalu besar dengan publikasi.
Pendek kata, mau dipublis ataukah diam-diam, kita baik sangka saja bahwa tentu organisasi dan individu yang melakukannya memiliki tujuan baik yang ingin mereka capai. Yang penting cara yang manapun yang kita pilih, niat “lillahi ta’ala” dan keikhlasan di hati harus nomor satu.
Wallahu a’lam
dari www.gurusyafei.online